Ada sayur babanci yang eksotik dan langka.
Kawasan Kota Tua identik dengan Jakarta tempo dulu. Tak hanya lewat
gedung-gedung kuno yang antik, santapan khas Jakarta tempo dulu juga
dihadirkan oleh deretan kafe di sekitar Museum Fatahillah.
Salah satunya adalah Historia Food & Bar, yang menawarkan nuansa tempo dulu dengan sentuhan kekinian.
Memasuki
kafe ini saya seakan diajak untuk masuk ke dalam lorong waktu abad
ke-18 saat Indonesia masih dijajah Belanda. Kekayaan bumi Nusantara akan
beragam rempahnya hadir lewat lorong pintu masuk yang ditata layaknya
sebuah museum. Di sini pengunjung bisa mengenal beragam jenis rempah
yang dihasilkan bumi Nusantara, seperti lada, kayu manis, cengkeh,
kapulaga dan masih banyak lagi.
Menurut Vina, Manajer Historia
Food & Bar, konsep ini ada hubungannya dengan masa lalu gedung yang
kini bertransformasi menjadi Historia Food & Bar. Konon, gedung tua
ini dulunya adalah tempat penyimpanan rempah-rempah.
Masuk ke
bagian dalam, suasana menjadi lebih futuristik meski tanpa menanggalkan
kesan antik. Gaya Art industrial history yang memadukan klasik dan
modern sangat kuat terasa. Kursi dan meja bergaya vintage dipadu dengan
interior jadul. Sebut saja mesin kasir antik, aneka kaleng masa
kolonial, hingga lemari kayu jadul yang banyak ditemukan di rumah jaman
dulu.
"Sebagai salah satu cagar budaya, gedung ini tidak bisa
diubah sepenuhnya. Makanya, kita tetap usung nuansa historis yang
dikombinasikan dengan tema industrial," kata Vina.
Beragam rempah mengiasi interior "Historia Food & Bar" (suara.com/Firsta Nodia)
Itu
sebabnya tampak luar bangunan masih dipertahankan sesuai aslinya.
Jendela dan pintu kafe ini dibiarkan seperti aslinya. Bahkan jejak
sejarah itu juga bertahan hingga ke ruang dalam. Dinding kafe pun
semarak oleh lukisan yang menceritakan kisah Indonesia di masa lalu.
Tentang Kompeni, budak, penari dan none Belanda. Meski mengusung cerita
sejarah, warna-warni lukisan ini terasa tetap cocok anak muda.
"Meski
mengusung konsep sejarah, kita tetap menanamkan unsur modern dengan
tujuan kita ingin mengajak anak muda mau mengenal sejarah lewat citarasa
kuliner dan suasana yang kami hadirkan," imbuh Vina.
MenuCitarasa kuliner tempo dulu itu, oleh
Historia dihadirkan lewat sederet makanan tradisional Betawi seperti
sayur babanci atau lumpia oma.
Dan pilihan saya siang itu, jatuh
pada nasi sayur babanci dan ikan goreng saus Andaliman. Sedangkan untuk
minuman
saya memilih es Jenggala. Terus terang, saya penasaran dengan
menu-menu yang masih asing di lidah dan kuping ini. Karena penasaran,
saya juga memesan lumpia Oma.
Lumpia oma dari "Historia Food & Bar" (suara.com/Firsta Nodia)
Tak
lama menunggu, pesanan saya pun sudah terhidang. Lumpia Oma yang
dibanderol Rp30 ribu datang duluan. Seporsi menu ini terdiri atas 5
potongan lumpia yang berisi sayuran, daging sapi cincang, dan telur. Tak
seperti lumpia Semarang yang sausnya kental, kecokelatan, dan manis,
Lumpia oma disajikan bersama saus yang mengesankan rasa asam manis.
Belum
habis lumpia Oma yang saya pesan, hidangan kedua pun datang. Kali ini
Ikan Goreng saus Andaliman (Rp39 ribu) dan Nasi Sayur Babanci (Rp39
ribu)
Menurut Vina, Ikan goreng saus Andaliman merupakan kuliner
khas Medan. Terdiri atas dua tumpuk ikan kakap putih yang diguyur
dengan saus racikan rempah-rempah khas Sumatera. Paduan rasa pedas,
asin, dan sedikit manis membalur daging ikan yang lembut. Itulah
kata-kata yang bisa menggambarkan kelezatan menu ini.
Sedangkan
Nasi sayur babanci merupakan kuliner khas Betawi. Sekilas penampilannya
mirip soto betawi, berisi daging kepala sapi, kelapa muda dan santan.
Meski sama sekali tak mengandung sayuran, hidangan ini disebut sayur
dengan tambahan babanci di belakangnya. mungkin karena tak jelas
jenisnya ya? Yang pasti ketika menyentuh lidah, rasa sayur babanci
terasa yang tak jauh beda dengan soto Betawi, namun lebih gurih dan
asin. Di sela-sela menyeruput kuahnya, Anda akan menemukan daging kelapa
muda yang menjadi ciri khasnya.
Nasi sayur babanci. (suara.com/Firsta Nodia)
Menurut
Vina, menu ini makin sulit ditemukan karena rempah-rempah yang
digunakan sebagai bumbu utama, seperti temu mangga, kedaung, bangle,
adas, dan lempuyang makin sulit didapatkan.
Kenyang menyantap
tiga menu di atas, saya sudah tak sabar menyeruput es Jenggala
(Rp27.000) yang segarnya begitu menggoda. Segelas Es Jenggala,
berisikan buah leci, apel, dan potongan jeruk nipis. Pas disandingkan
dengan makanan yang mengandung santan seperti yang saya coba sebelumnya.
Anda
juga bisa mencicipi menu khas Nusantara lainnya seperti Nasi goreng,
Mie goreng Jawa, Soto Betawi, Pempek, Nasi bakar, Nasi Keraton. Di kafe
ini juga tersedia Es kacang merah, Es palubutung, Aneka jus, yoghurt,
dan masih banyak lagi. Jadi ketika Anda berakhir pekan di Kota Tua
luangkan waktu untuk mampir ke Historia. Harga makanannya lumayan
terjangkau kok, mulai dari Rp20 ribu hingga Rp50 ribu.(Sumber Suara.com)