Sabtu, 31 Januari 2015

Menjelajah Kuliner Nusantara di Kota Tua


Ada sayur babanci yang eksotik dan langka.

Kawasan Kota Tua identik dengan Jakarta tempo dulu. Tak hanya lewat gedung-gedung kuno yang antik, santapan khas Jakarta tempo dulu juga dihadirkan oleh deretan kafe di sekitar Museum Fatahillah.

Salah satunya adalah Historia Food & Bar, yang menawarkan nuansa tempo dulu dengan sentuhan kekinian.

Memasuki kafe ini saya seakan diajak untuk masuk ke dalam lorong waktu abad ke-18 saat Indonesia masih dijajah Belanda. Kekayaan bumi Nusantara akan beragam rempahnya hadir lewat lorong pintu masuk yang ditata layaknya sebuah museum. Di sini pengunjung bisa mengenal beragam jenis rempah yang dihasilkan bumi Nusantara, seperti lada, kayu manis, cengkeh, kapulaga dan masih banyak lagi.

Menurut Vina, Manajer Historia Food & Bar, konsep ini ada hubungannya dengan masa lalu gedung yang kini bertransformasi menjadi Historia Food & Bar. Konon, gedung tua ini dulunya adalah tempat penyimpanan rempah-rempah.

Masuk ke bagian dalam, suasana menjadi lebih futuristik meski tanpa menanggalkan kesan antik. Gaya Art industrial history yang memadukan klasik dan modern sangat kuat terasa. Kursi dan meja bergaya vintage dipadu dengan interior jadul. Sebut saja mesin kasir antik, aneka kaleng masa kolonial, hingga lemari kayu jadul yang banyak ditemukan di rumah jaman dulu.

"Sebagai salah satu cagar budaya, gedung ini tidak bisa diubah sepenuhnya. Makanya, kita tetap usung nuansa historis yang dikombinasikan dengan tema industrial," kata Vina.
Beragam rempah mengiasi interior "Historia Food & Bar" (suara.com/Firsta Nodia)
Beragam rempah mengiasi interior "Historia Food & Bar" (suara.com/Firsta Nodia)


Itu sebabnya tampak luar bangunan masih dipertahankan sesuai aslinya. Jendela dan pintu kafe ini dibiarkan seperti aslinya. Bahkan jejak sejarah itu juga bertahan hingga ke ruang dalam. Dinding kafe pun semarak oleh lukisan yang menceritakan kisah Indonesia di masa lalu. Tentang Kompeni, budak, penari dan none Belanda. Meski mengusung cerita sejarah, warna-warni lukisan ini terasa tetap cocok anak muda.

"Meski mengusung konsep sejarah, kita tetap menanamkan unsur modern dengan tujuan kita ingin mengajak anak muda mau mengenal sejarah lewat citarasa kuliner dan suasana yang kami hadirkan," imbuh Vina. Menu
Citarasa kuliner tempo dulu itu, oleh Historia dihadirkan lewat sederet makanan tradisional Betawi seperti sayur babanci atau lumpia oma.

Dan pilihan saya siang itu, jatuh pada nasi sayur babanci dan ikan goreng saus Andaliman. Sedangkan untuk minuman saya memilih es Jenggala. Terus terang, saya penasaran dengan menu-menu yang masih asing di lidah dan kuping ini. Karena penasaran, saya juga memesan lumpia Oma.
Lumpia oma dari "Historia Food & Bar" (suara.com/Firsta Nodia)
Lumpia oma dari "Historia Food & Bar" (suara.com/Firsta Nodia)


Tak lama menunggu, pesanan saya pun sudah terhidang. Lumpia Oma yang dibanderol Rp30 ribu datang duluan. Seporsi menu ini terdiri atas 5 potongan lumpia yang berisi sayuran, daging sapi cincang, dan telur. Tak seperti lumpia Semarang yang sausnya kental, kecokelatan, dan manis,  Lumpia oma disajikan bersama saus yang mengesankan rasa asam manis.

Belum habis lumpia Oma yang saya pesan, hidangan kedua pun datang. Kali ini Ikan Goreng saus Andaliman (Rp39 ribu) dan Nasi Sayur Babanci (Rp39 ribu)

Menurut Vina, Ikan goreng saus Andaliman merupakan kuliner khas Medan. Terdiri atas dua tumpuk ikan kakap putih yang diguyur dengan saus racikan rempah-rempah khas Sumatera. Paduan rasa pedas, asin, dan sedikit manis membalur daging ikan yang lembut. Itulah kata-kata yang bisa menggambarkan kelezatan menu ini.

Sedangkan Nasi sayur babanci merupakan kuliner khas Betawi. Sekilas penampilannya mirip soto betawi, berisi daging kepala sapi, kelapa muda dan santan. Meski sama sekali tak mengandung sayuran, hidangan ini disebut sayur dengan tambahan babanci di belakangnya. mungkin karena tak jelas jenisnya ya? Yang pasti ketika menyentuh lidah, rasa sayur babanci terasa yang tak jauh beda dengan soto Betawi, namun lebih gurih dan asin. Di sela-sela menyeruput kuahnya, Anda akan menemukan daging kelapa muda yang menjadi ciri khasnya. 
Nasi sayur babanci. (suara.com/Firsta Nodia)
Nasi sayur babanci. (suara.com/Firsta Nodia)


Menurut Vina, menu ini makin sulit ditemukan karena rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu utama, seperti temu mangga, kedaung, bangle, adas, dan lempuyang makin sulit didapatkan.

Kenyang menyantap tiga menu di atas, saya sudah tak sabar menyeruput es Jenggala (Rp27.000) yang segarnya begitu menggoda. Segelas Es Jenggala,  berisikan buah leci, apel, dan potongan jeruk nipis. Pas disandingkan dengan makanan yang mengandung santan seperti yang saya coba sebelumnya.

Anda juga bisa mencicipi menu khas Nusantara lainnya seperti Nasi goreng, Mie goreng Jawa, Soto Betawi, Pempek, Nasi bakar, Nasi Keraton. Di kafe ini juga tersedia Es kacang merah, Es palubutung, Aneka jus, yoghurt, dan masih banyak lagi. Jadi ketika Anda berakhir pekan di Kota Tua luangkan waktu untuk mampir ke Historia. Harga makanannya lumayan terjangkau kok, mulai dari Rp20 ribu hingga Rp50 ribu.(Sumber Suara.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar